BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Model atau rancangan bahkan model
dalam kurikulum adalah komponen yang sangat menentukan keberhasilan sebuah
proses pendidikan. Mendesain kurikulum bukanlah pekerjaan yang ringan. Ia
membutuhkan kajian yang komprehensif dalam rangka mendapatkan hasil yang dapat
mengakomodir tuntutan dan perubahan zaman. Mendesain kurikulum berarti menyusun
model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang
desainer kurikulum, sama seperti arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara
mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model
bangunan yang akan dibangun.
Para ahli kurikulum berupaya
merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974) menyebutnya
menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai
teknologi, kurikulum sebagai aktualisasi diri, kurikulum sebagai rekonstruksi
sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademis. Mc Neil (1977) membagi desain kurikulum
menjadi empat model, yaitu model kurikulum humanistis, kurikulum rekonstruksi
sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi
desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang
barsifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum
sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu.
Sedangkan Shane (1993) membagi
desain kurikulum menjadi empat desain, yaitu desain kurikulum yang berorientasi
pada masyarakat, desain kurikulum yang berorientasi pada anak, desain kurikulum
yang berorientasi pada pengetahuan, dan desain kurikulum yang bersifat
eklektik. Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang
optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem
pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang
digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan
yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model
pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan
kurikulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sebenarnya pengembangan kurikulum?
2.
Bagaimana
model-model pengembangan kurikulum?
3.
Bagaimana
pendekatan pengembangan kurikulum?
4.
Bagaimana
pengembangan kurikulum berbasis akademik dan berbasis kompetensi?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk
Mengetahui sebenarnya pengembangan kurikulum?
2.
Untuk
Mengetahui model-model pengembangan kurikulum?
3.
Untuk
Mengetahui pendekatan pengembangan kurikulum?
4.
Untuk
Mengetahui pengembangan kurikulum berbasis akademik dan berbasis kompetensi?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Pendekaatan Pengembangan
Kurikulum
Pengembangan kurikulum (curriculum development/curriculum planning/curriculum
design) adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang ditujukan
untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan yang diinginkan dan menilai
perubahan-perubahan itu telah terjadi pada diri siswa. Dalam hal ini,
pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak pernah ada titik
awal dan akhirnya. Sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses
yang bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang di dalamnya meliputi
tujuan metode dan material, penilaian dan balikan (feedback). Tujuan menggambarkan semua pengetahuan dan pertimbangan
tujuan-tujuan pembelajaran, baik berhubungan dengan mata pelajaran maupun
kurikulum secara keseluruhan.
Metode dan material menggambarkan
metode-metode dan material sekolah guna mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Penilaian, berhubungan dengan sejauh mana keberhasilan kegiatan yang telah
dikembangkan tujuan baru. Balikan (feedback),
merupakan semua pengalaman yang telah diperoleh dan pada gilirannya menjadi
titik tolak bagi langkah pengembangan. Pengembangan kurikulum sendiri adalah
kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan dan mempertahankan dan
menyempurnakan kurikulum yang telah ada guna memperoleh hasil yang lebih baik
lagi. Dari kurikulum 1994, suplemen 1999, KBK dan KTSP. Dan kurikulum yang
sekarang kita pakai adalah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan)
dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh Guru, Kepala Sekolah serta
Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan.
2.
Model-Model Pengembangan Kurikulum
a. Admistrative Model
Model pengembangan kurikulum ini
merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model
administratif atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang
dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi.
b. Grass Root Model
Model pengembangan ini merupakan
lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan
datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama
Grass root karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari
seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Mencermati
hal diatas maka penulis tidak dalam upaya untuk menyajikan kurikulum dari asfek
model-modelnya secara keseluruhan. Namun akan lebih mencermati sekaligus
mengkaji kurikulum sesuai dengan judul yang ditugaskan kepada penulis, yaitu
model pengembangan kurikulum dengan menggunakan pendekatan Grass Roots. Dilihat
dari cakupan pengembangannya ada dua pendekatan yang dapat diterapkan. Pertama,
pendekatan top down atau pendekatan administrative, yaitu pendekatan dengan
sistem komando dari atas ke bawah; dan kedua adalah pendekatan grass root, atau
pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu
disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung. Kedua, mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
Kalau pada pendekatan administratif inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari para pemegang kebijakan kemudian turun ke stafnya atau dari atas ke bawah, maka dalam model grass roots, inisiatif pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yang lebih luas, makanya pendekatan ini dinamakan juga. Kurikulum yang bersifat kaku, yang hanya mengandung petunjuk dan persyaratan teknis sangat sulit dilakukan pengembangannya dengan pendekatan ini. Pendekatan grass roots biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku. Misalnya dirasakan ketidakcocokan penggunaan strategi pembelajaran, atau kegiatan evaluasi seperti yang diharapkan, atau masalah kurangnya motivasi belajar siswa sehingga kita merasa terganggu, dan lain sebaginya. Pemahaman dan kesadaran guru akan adanya suatu masalah merupakan kunci dalam grass roots. Tanpa adanya kesadaran masalah tidak mungkin grass roots dapat berlangsung. Kedua, mengadakan refleksi. Kalau kita merasakan adanya masalah, maka selanjutnya kita berusaha mencari penyebab munculnya masalah tersebut. Refleksi dilakukan dengan mengkaji literatur yang relevan misalnya dengan membaca buku, jurnal hasil penelitian yang relevan dengan latar belakangnya. Dengan pemahaman tersebut, akan memudahkan bagi guru dalam mendesain lingkungan yang dapat mengaktifkan siswa memperoleh pengalaman belajar.
Ada beberapa prinsip dalam
menentukan pengalaman belajar siswa. Pertama, pengalaman siswa harus sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap tujuan akan menentukan pengalaman
pembelajaran. Kedua, setiap penglaman belajar harus memuaskan siswa. Ketiga,
Setiap rancangan pengalaman siswa belajar sebaiknya melibatkan siswa. Keempat,
mungkin dalam satu penglaman belajar dapat mencapai tujuan yang berbeda.
Terdapat beberapa bentuk pengalaman belajar yang dapat dikembangkan, misalkan
pengalaman belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, pengalaman
belajar untuk membantu siswa dalam mengumpulkan sejumlah informasi, pengalaman
belajar untuk membantu mengembangkan sikap sosial, dan pengalaman belajar untuk
membantu mengembangkan minat.
Untuk lebih merinci, penulis akan
mengulas kembali secara rinci, bahwa inisiatif dan upaya pengembangan
kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau
sekolah. Diberi nama Grass roots karena inisiatif dan gagasan pengembangan
kurikulum datang dari seorang guru sekelompok guru atau keseluruhan guru di
suatu sekolah. Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah :
Perencana, pelaksana, penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dari beberapa
kajian di atas, maka dapat ditemukan ciri-ciri dari grass roots model yaitu :
1)
Guru
memiliki kemampuan yang professional.
2)
Keterlibatan
langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan dan penentuan evaluasi.
3)
Muncul
konsensus tujuan, prinsip – prinsip maupun rencana – rencana diantara para
guru.
4)
Bersifat
desentralisasi dan demokratis
3. Pendekatan
Pengembang Kurikulum
Pengembangan kurikulum seyoglanya dilaksanakan
secara sistemik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa
keseluruhan komponen harus harus tepat sekali dan menyambung secara integratif,
tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai
konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga
kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh. Ada berbagai macam
pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya
adalah:
a. Pendekatan berorientasi pada bahan
pelajaran.
Pendekatan ini di Indonesia dalam
kurikulum sebelum kurikulum 1975. bagaimana dengan kelebihan dan kekurangan
pendekatan yang berorientasi bahan adalah bahwa bahan pengajaran lebih flesibel
dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam
menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kelemahannya adalah
karena tujuan pengajaran kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam
menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. Demikian pula untuk kebutuhan
penilaian. Jadi pertanyaan pertama yang muncul dalam kaitannya dengan
pendekatan yang berorientasi pada bahan adalah bahan apa yang akan diberikan
atau diajarkan kepada peserta didik?
b.
Pendekatan
berorientasi pada tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada
tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam
posisi sentral, sebab tujuan adalah penberi arah dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pendekatan yang
berorientasi pada tujuan? Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang
berorientasi pada tujuan adalah:
1)
Tujuan
yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum
2)
Tujuan
yang jelas pula didalam meneptapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan
dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
3)
Tujuan-tujuan
yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap
hasil yang di capai.
4)
Hasil
penilaian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum dalam
mengadakan perbaikan-perbaikan yang di perlukan.
Sedangkan
kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan
yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru). Pertanyaan
yang pertama kali muncul pada pendekatan yang berorientasi pada tujuan adalah
”tujuan apa yang ingin dicapai, atau pengetahuan, keterampilan, dan sikap
apakah yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikam
kurikulum?”
c. Pendekatan dengan Organisasi Bahan
Pendekatan Pola Subjec Matter
Curriculum. Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran-mata pelajaran
secara terpisah-pisah, misalnya: Sejarah, Ilmu Bumi, Biologi, Berhitung. Mata
pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
d. Pendekatan dengan Pola Correlated
Curriculum
Pendekatan dengan pola ini adalah
pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang
seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari
berbagai aspek, yaitu ;
1)
Pendekatan
Struktural
Sebagai contoh adalah IPS. Bidang
ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah, dan Ekonomi. Maka didalam suatu pokok
(topik) dari Ilmu Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih
berada dalam lingkup suatu bidang studi.
2)
Pendekatan
Fungsional
Pendekatan ini berdasar pada masalah
yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai
ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada
hubungannya.
3)
Pendekatan
Tempat / Daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat
tertentu sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka
dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai; segi wisatanya, antropologi, budaya,
politik, ekonomi dan sebagainya.
4)
Pendekatan
Pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini didasarkan pada keseluruhan hal yang
mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar merupakan kumpulan dari
bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia
seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada
keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang
terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan
tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu
proses yang sangat kompleks karena mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum
yang dilaksanakan di sekolah disertai dengan penilaian yang intensif, dan
penyempurnaan-penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan
tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian
komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengan
komponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang
mengambil keputusan kurikulum.
4.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Berbasis Akademik Dan Berbasis Kompetensi
a. Pendekatan
Pengembangan Kurikulum Berbasis Akademik
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan didasarkan
pada sistemisasi disiplin ilmu masing-masing. Setiap ilmu pengetahuan memiliki
sistemisasi tertentu yang berbeda dengan sistemisasi ilmu lainnya. Pengembangan
kurikulum subyek akademik dilakukan dengan cara menetapkan lebih dahulu mata
pelajaran/mata kuliah apa yang harus dipelajari peserta didik, yang diperlukan
untuk (persiapan) pengembangan disiplin ilmu. Ada tiga
pendekatan dalam perkembangan kurikulum subyek akademik. Pendekatan pertama,
melanjutkan pendekatan struktur pengetahuan. Murid-murid belajar bagaimana
memperoleh dan menguji fakta-fakta dan bukan sekedar mengingat-ingatnya.
Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat integratif. pendekatan ini
merupakan respon terhadap perkembangan masyarakat yang menuntut model-model
pengetahuan komprehensif-terpadu. Pendekatan ketiga adalah pendekatan yang
dilaksanakan pada sekolah-sekolah fundamentalis. Mereka tetap mengajar
berdasarkan mata pelajaran dengan menekankan membaca, menulis, dan memecahkan masalah-masalah matematis.
Model kurikulum ini sangat mengutamakan pengetahuan,
sehingga pendidikan diarahkan lebih bersifat intelektual. Konotasi model ini
tidak hanya menerima apa yang disampaikan dalam perkembangan, tetapi juga
menerima proses belajar yang dialami peserta didik. Sumber model subjek
akademis dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme)
yang berorientasi pada masa lalu. Semua pengetahuan dan nilai-nilai telah
ditemukan pada pemikiran masa lalu, sedangkan masa kini hanya memelihara dan
mewarisi hasil budaya masa lalu tersebut. Sebaliknya, kurikulum lebih
mengutamakan isi pendidikan dan peserta didik merupakan usaha untuk menguasai
isi pendidikan sebanyak-banyaknya. Sekolah adalah tempat peserta didik untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa fungsi itu, eksistensi sekolah akan
kehilangan pamornya yang paling utama. Saat memuncak, model subjek akademis
(istilah lain rasionalisasi-akademis) ini mengalami perkembangan menjadi tiga
struktur disiplin, yaitu:
1.
Aliran
yang melanjutkan struktur disiplin, aliran ini menonjolkan proses penelitian
ilmiah, baik masalah sosial, nilai-nilai, maupun kebijaksanaan tokoh-tokoh
pemerintah. Kritik yang timbul pada aliran ini adalah pendidikan menghasilkan
manusia-manusia sinis, dingin, objektif rasional dan tidak mempunyai
kepercayaan. Selain itu aliran ini pun menghasilkan manusia-manusia yang tidak
memiliki cita-cita nasional dan tidak memiliki pemujaan terhadap pahlawan serta
emosinya miskin.
2.
Pelajar
terpadu, dalam memahami masalah yang kompleks, aliran ini menggunakan beberapa
disiplin ilmu yang terpadu yang diperoleh dari pelajaran konsep-konsep pokok,
proses-proses ilmiah, gejala-gejala alam, dan masalah-masalah yang dihadapi.
Oleh karena itu pendekatannya adalah interdisipliner.
3.
Pendidikan
fundamental yang mementingkan isi dan materi, disamping cara-cara atau proses
berfikir.
4.
Secara
umum, kurikulum model subjek akademis dipandang sebagai model yang masih
sepihak dan belum mampu mengintegrasikan antara nilai lama dan nilai baru,
padahal islam menghendaki adanya model yang interdisipliner dan integratif
terhadap semua masalah-masalah kehidupan.
b.
Pendekatan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetisi (KBK)
dapat diartikan sebagai suatu kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu,
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa penguasaan terhadap
seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat
melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan
penuh tanggung jawab.
KBK memfokuskan
pada perolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena
itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan
pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapainnya dapat
dinikmati dalam bentuk perilaku atau ketrampilan peserta didik sebagai suatu
kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membentuk
peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar
mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep
belajar tuntas dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi
kesempatan untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan
belajar masing-masing.
KBK menurut guru yang berkualitas dan
profesional untuk melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan. Meskipun demikian konsep ini tentu saja tidak dapat digunakan
sebagai resep untuk memecahkan semua masalah pendidikan, namun dapat memberi
sumbangan yang cukup signifikan terhadap perbaikan pendidikan.
Kurikulum adalah subsistem dalam dunia pendidikan yang tidak dapat dipisahkan
dari proses dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Sedangkan kompetensi adalah
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. Jadi, Kurikulum Berbasis Kompentensi adalah kurikulum
yang secara dominan menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa
dalam setiap mata pelajaran pada setiap jenjang sekolah. Sebagai implikasinya
akan terjadi pergeseran dari dominasi penguasaan kongnitif menuju penguasaan
kompetensi tertentu. Kompetensi yang dituntut terbagi atas tiga jenis, yaitu:
1)
Kompetensi
tamatan yaitu, kompetensi minimal yang harus dicapai oleh siswa setelah
menamatkan sesuatu jenjang paendidikan tertentu.
2)
Kompetensi
mata pelajaran, yaitu kompetensi minimal yang harus dicapai pada saat siswa
menyelesaikan mata pelajaran tertentu.
3)
Kompetensi
dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh siswa dalam setiap
bahasan atau materi tertentu dalam satu bidang tertentu.
Kurikulum berbasis kompetensi
merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen sebagai framework, yaitu:
1)
Kurikulum
dan hasil belajar. Memuat perencanaan pembangunan kompetensi peserta didik yang
perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun dan juga memuat
hasil belajar, indikator, dan materi.
2)
Penilaian
berbasis kelas. Memuat prinsip sasaran dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan
yang lebih akurat dan konsistensebagai akuntabilitas public melalui
identifikasi kompetensi dari indikator belajar yang telah dicapai, pernyataan
yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai serta peta kemajuan
belajar siswa dan pelaporan.
3)
Kegiatan
belajar mengajar. Memuat gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran
untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan pedagogis dan adragogis
yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebagaimana
telah dibahas pada bagian pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak
model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum. Pemilihan suatu model
pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi
juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan
pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model
pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya
sentralisasi berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengembangan Grass roots
ini merupakan inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari
atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Diberi nama Grass roots
karena inisiatif dan gagasan pengembangan kurikulum datang dari seorang guru
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah. Pendekatan grass roots
hanya mungkin terjadi manakala guru memiliki sikap professional yang tinggi
disertai kemampuan yang memadai. Sikap professional itu biasanya ditandai
dengan keinginan untuk mencoba dan mencoba sesuatu yang baru dalam upaya untuk
meningkatkan kinerjanya. Secara umum pendekatan-pendekatan pengembangan dalam
kurikulum adalah :
1. Pendekatan Sentralistik
Pendekatan sentralistik adalah
pendekatan yang terpusat. Pendekatan ini memiliki kelebihan adalah mudahnya dicapai
consensus, sangat baik dan memelihara budaya nasional, sangat membantu dalam
perlasan kesempatan belajar, an mudah dalam mengadakan inovasi, sedangkan
kekurangan pendekatan sentralistik adalah kurang mamu beradaptasi dengan
kebutuhan lokal (daerah).
2. Pendekatan Desentralistik
Pendekatan desentralistik adalah
pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Kelebihan
pendekatan ini adalah mudah diadaptasi dengan kebutuhan dan situasi budaya
daerah/lokal, namun memiliki kelemahan yaitu kesulitan untuk mencapai konsensus
dari berbagai keragaman kebutuhan daerah. Tuntutan utama dari pendekatan
desentralistik adalah tuntutan kemampuan setiap pengembang kurikulum yang harus
menyebar dari tingkat pusat, daerah, sampai pada tinglkat satuan pendidikan di
sekolah.
B.
Saran
Dalam
sebuah peribahasa disebutkan “Tiada
Gading yang Tak Retak” dan juga tidak ada satupun yang sempurna didunia
ini, karena kesmpurnaan hanya milik Allah, begitupun makalah ini yang kami
yakin masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saran maupun kritik membangun
dari semua pihak,
DAFTAR PUSTAKA
Dacholfany, M Ihsan, Model – Model Pengembangan Kurikulum
(Artikel Jurnal), Dosen Univ. Imam Al-Ghozali Yayasan Tunas Islam, Jakarta.
Hamalik,
Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Sudrajat, Ahmad. 2008. Model Pengembangan Kurikulum. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/model-pengembangan- kurikulum. Diakses tanggal 20 Januari 2011.
Sudrajat, Ahmad. 2008. Model Pengembangan Kurikulum. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/model-pengembangan- kurikulum. Diakses tanggal 20 Januari 2011.
Nasution.
2006. Kurikulum dan Pengajaran.
Jakarta ; PT. Bumi Aksara
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikum;
Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Tim
Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran : Jurusan Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, Bandung, 2002.
Sanjaya,
Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Kencana Prenada media group
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2005. Pengembangan Kurikulum
teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya
Yulaelawati,
Ella. 2004. Kurikulum dan pembelajaran
Filosofi Teori dan Prakrtek. Bandung
: Pakar Raya